Penginjil itu Jualan Tuhan?

Kristen sedari lahir, aku sendiri juga suka lupa kok bahwa kita mengasihi karena Yesus sudah mengasihi kita duluan, buat baik bukan supaya dapat kebaikan justru karena sudah menerima kebaikan, ngasih persembahan dan sumbangan sebagai bentuk syukur bukan bentuk sogok, doa sebagai komunikasi dengan-Nya bukan sebagai ucapan ajaib, dan menyadarkan keberadaan Tuhan di kehidupan orang lain karena kita sudah sadar duluan dan kepingin orang lain juga mengalaminya.. bukan karena "kewajiban" itu tertulis di alkitab semata, bukan pula sekadar karena himbauan terakhirnya Yesus sebelum naik ke Surga.

Oh, jadi kita tidak harus menginjili? Bukan begitu! Menyadarkan orang lain akan keberadaan Tuhan itu bukan lagi kewajiban yang disadari, bukan hukum yang mengikat, apalagi beban. Ini tanggung jawab yang disikapi dengan tidak terpaksa. Ini gaya hidup. Ini natur orang- orang yang selamat.

Uniknya seorang Kristen adalah motivasinya dalam bertindak, landasan berpikirnya, yang kemudian berpengaruh pada buahnya. Bukan karena hukum taurat semata, bukan karena pamrih, melainkan seluruhnya karena kasih. Yap, bertumbuh dan manis dipetik untuk orang lain. Jadi kita menginjili bukan karena tunggu disuruh Yesus dalam amanat agung semata.

Alkitab sendiri adalah kisah peradaban manusia. Sejarah pengenalan manusia akan Tuhan, bagaimana kisah penciptaan sampai kehancuran, dari jaman Abraham, jaman Tuhan Yesus, hingga jaman setelah Yesus, runtut ditulis historis dan saling berkaitan. Kalau dipelajari, kita bisa maju mundur, merujuk ini itu, seluruh halamannya saling bergandengan, bahkan keterkaitan kisah- kisah itu tidak hanya seputar isi alkitab (antar kitabnya) melainkan sampai kepada kisah pribadi kita yang hidup di abad 21 ini. Kitab Wahyu bukan kisah terakhir dalam alkitab. Kisah Kasih itu sedang berlangsung sekarang. Akan berakhir hanya jika kasih itu berakhir di pribadi kita yang "Kristen" di KTP.

Masih banyak hal- hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.

(Yohanes 21:25)

Pengguncang Medan sampai Binjai; Gonada, Ester, Kak Gera, dan Bang Heri

Tuhan Tidak Membutuhkan Salesman

Kami di rumah pernah dikunjungi oleh seorang salesman. Ia menawarkan barang yang sesuai kebutuhan rumah. Produknya unik dan bermanfaat. Kegunaannya menarik dan dibutuhkan oleh keluarga rumahan. Harganya sesuai dengan manfaatnya, bahkan ada opsi metode pembayaran yang cocok untuk kelas ekonomi keluarga yang beragam. Kenalan, mendengarkan, menawarkan solusi, menceritakan produk. Masih tertarik? Ia memberitahukan harga juga opsi metode pembayaran. Ragu? Ia memberitahukan jaminan garansi. Terstruktur dan memikat.

Seorang salesman ini berhasil hanya jika si calon pelanggan sepakat untuk membeli. Sebaik apapun panjang- lebarnya penjelasan si salesman tidak ada gunanya dan dianggap gagal kalau ujungnya calon pelanggan tidak ingin membeli produk itu.

Apa iya, ada ketetapan cara memberitakan bahwa Tuhan itu ada kepada sahabat kita? Metode yang selanjutnya aku sebut dengan metode salesman ini bukan satu- satunya metode, melainkan salah satu metode. Alkitab tidak menuliskan metode apapun. Penginjil, rasul, nabi, bahkan Yesus sendiri memberitakan indahnya hidup ini dalam kasih sama sekali tidak dengan metode khusus apapun.     

Tuhan bukan produk. Kita bukan salesman. Kita adalah pengikut Kristus. Kalau kita salesman, Kristus salesman? Allah adalah salesman? 

Salesman menawarkan produk yang tidak/ belum dipunya si pelanggan. Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus sudah ada di bumi, hidup di antara manusia.

Salesman berusaha memberitahu segala yang ia tahu, segala yang ia mampu agar pelanggan mau beli. Pengikut Kristus tidak sedang mendorong diri, ia hanya bersedia untuk dipakai Tuhan melalui Roh Kudus yang ada padanya. Tuhan itu sendiri yang berkarya sebelum, saat dan sesudah kita menjadi sahabat bagi orang lain. Pengikut Kristus hanyalah salah satu dari rangkaian panjang keselamatan orang lain dari belenggu masalahnya. (2006: Richardson)

Salesman berhasil hanya jika ia berhasil menjual produknya, orientasi hasil. Pengikut Kristus selalu berhasil menghadirkan pengaruh dan sukacita sahabatnya, orientasi proses.

Salesman adalah orang yang lebih menguasai produk dan berkemampuan mempengaruhi orang lain untuk menguasainya juga. Pengikut Kristus tidak lebih super daripada manusia lain, ia tidak lebih hanyalah bagian dari karya keselamatan itu, seorang pelayan yang tidak pernah layak, yang diperlayakkan bahkan dijadikan sahabat oleh Bapa.

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri jikalau tidak Ia melihat Bapa yang mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang akan dikerjakan Anak." 

(Yohanes 5:19)

Salesman membangun kepercayaan dan kehandalan. Pengikut Kristus memegahkan Tuhan dalam kelemahan.

Bukan Bermain Kata

Kejatuhan manusia dalam dosa, pengorbanan Yesus di kayu salib, jaminan keselamatan. Orang Kristen sudah tahu semua itu, namun tidak merasakan kehadiran-Nya dalam kehidupannya. Yang kita dan orang lain perlukan bukan kata- kata. Yang aku, kamu, dan sahabat kita perlukan adalah pengalaman bahwa Tuhan itu ada bahkan dalam setiap duka kita. Maka peran kita adalah menjadi seorang teman yang menunjukkan keberadaan Kasih Tuhan di dalam hidupnya.

Kabar bahwa Kasih Sejati itu ada adalah soal melihat, mengalami dan mengenal Tuhan. Karena tidak mengenal itulah, aku, kamu, dan orang lain jadi tidak tahu ternyata Kasih Sejati itu selama ini sudah ada pada kita.

Penginjilan bukan transaksi. Kehendak bebas itu ada, bahkan Yesus mengisahkan bagaimana tulusnya Orang Samaria yang Murah Hati menolong orang lain pada Lukas 10:25-37. Orang Samaria adalah kaum marjinal yang ibadahnya bertentangan dengan orang Yahudi. Orang Samaria yang dikisahkan Yesus itu melakukannya karena kasih, terlepas karena adanya agama. Di sini Yesus menegur keras setidak-kasih-nya imam dan lewi itu. Dan lihatlah orang samaria itu tidak memaksa dan berharap orang yang ditolongnya untuk ikut mempercayai apa yang ia percayai. Kasih itu tidak pamrih. Kasih itu bukan transaksi.

Maka kita menolong orang lain, menjadi sahabat dan membimbing teman kita agar tidak keluar jalur, agar dapat dengan sadar merasakan Kasih Sejati, agar paham bahwa Tuhan yang merancang rancangan damai sejahtera dalam hidupnya, yang kita pun doakan dari situ ia pun jadi penolong bagi orang lain lagi bukan semata supaya ia menerima Kristus sebagai juruselamat pribadinya, melainkan karena kita telah menerima kasih itu dari Kristus dan kita ingin teman kita itu menyaksikan Kristus melalui kita. 

Kita mudah berbicara tentang Kristus karena kita Kristen, apalagi yang sejak lahir. Tidak adil ketika kita "memaksa" teman kita untuk memahami Kristus karena Kristus bukan pemeran utama dalam kepercayaannya. 

Kita adalah agen dalam kegerakan-Nya. Kalaupun teman kita yang pergi ibadah ke gereja atau juga yang ke rumah ibadah lain tidak percaya Kristus, setidaknya ia melihat dan menyaksikan Kristus melalui kita. Dan kita berdoa agar ia pun mengimaninya.















Penginjil itu Jualan Tuhan? Penginjil itu Jualan Tuhan? Reviewed by Celoteh Ngoceh on June 25, 2019 Rating: 5

1 comment